PLTS Atap di Indonesia: Banyak Peminat tapi Terbentur Regulasi
Novaeny Wulandari • Penulis
20 Maret 2025
9
• 4 Menit membaca

Indonesia memiliki potensi besar di sektor energi surya. Sebagai negara tropis dan melintasi garis khatulistiwa, Indonesia potensi energi surya yang melimpah. Jumlahnya mencapai 3.000–20.000 Gigawatt peak (GWp).
Kondisi itu membuat minat pengguna Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) tinggi. Hasil riset Institute for Essential Services (IESR) menyatakan, sebanyak 85 persen dari 500 responden di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) berminat membeli dan memasang PLTS atap. PLTS atap adalah pembangkit listrik bertenaga surya (sinar matahari) yang panelnya dipasang di atas atap rumah.
Masih dari riset yang sama, para responden mengharapkan, pemerintah ikut memberikan jaminan kebijakan yang jelas soal PLTS atap. Dukungan tersebut diperlukan untuk kemudahan dalam proses pemasangan PLTS atap bagi masyarakat.
Sejalan dengan hal itu, pemerintah melalui Kementerian ESDM akan merevisi Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 26 tahun 2021 tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap yang Terhubung Pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Umum.
Poin-poin revisi dalam permen tersebut salah satunya adalah mengenai ketentuan ekspor listrik. Secara singkat, listrik yang diproduksi oleh konsumen melalui PLTS atap, tidak bisa diekspor atau dijual ke dan oleh PLN.
Poin utama lain soal revisi tentang kapasitas pemasangan PLTS atap yang ke depannya tidak ada batasan. Nantinya, kuota pemasangan tersebut ditentukan oleh Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum (IUPTLU) yang mana telah ditetapkan oleh Kementerian ESDM. Sebelumnya, permen tersebut menyatakan, kuota pemasangan PLTS atap dibatasi 100 persen dari daya langganan.
Selain kuota, pada permen tersebut juga terdapat aturan tentang pembatasan pemasangan PLTS atap yang hanya 10–15 persen saja dari kapasitas listrik yang terpasang oleh pelanggan.
PLN mengeklaim tidak akan membatasi pelanggan yang mengajukan permohonan untuk pemasangan PLTS atap. Executive Vice President Penjualan dan Pelayanan Pelanggan Retail PT PLN, Tonny Bellamy mengatakan, masih terdapat kuota pemasangan untuk PLTS atap untuk kebutuhan listrik pelanggan.
“Jangan sampai begitu malam tidak ada matahari terus kerepotan karena butuh pembangkit (lain) untuk menggantikannya. Ini lebih kepada sifatnya menjaga keandalan bersama agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,” jelasnya dikutip Republika, Sabtu 18 November 2023.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform, Fabby Tumiwa mengakui jika masih ada banyak tantangan dalam pengembangan PLTS atap di dalam negeri. Yang paling krusial soal pembatasan pemanfaatannya yang hanya boleh sampai 15 persen.
“Adanya kebijakan membatasi pemanfaatan PLTS sekitar 10–15 persen dari kapasitas, membuat keekonomian PLTS menjadi rendah dan tidak menarik. Sepanjang 2021–2022, kondisi PLTS atap mengalami stagnasi. Tetapi, sejak awal tahun (2023) ini sudah ada upaya untuk merevisi peraturan tersebut untuk mencegah ketidakpastian dan prosesnya cukup panjang, bahkan sudah dibahas di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) revisi tentang PLTS atap. Sayang, proses tersebut belum selesai dan masih memerlukan koordinasi lebih lanjut antar kementerian atau lembaga,” ujarnya dilansir laman IESR, Selasa 14 November 2023.
Untuk diketahui, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merilis, pemanfaatan PLTS atap di Indonesia meningkat signifikan. Sampai bulan Juli 2023, pelanggan PLTS atap mencapai 7.472 rumah. Sedangkan pada bulan yang sama tahun 2022 hanya 5.926 pelanggan.
Adapun, kapasitas terpasang PLTS atap ditargetkan bisa mencapai 3,6 Gigawatt (GW) untuk mengejar target bauran pembangkit dari energi terbarukan sebanyak 23 persen di tahun 2025.
Direktur Aneka Energi Baru dan Terbarukan Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, Andriah Feby Misna mengatakan, proses revisi prmen itu merupakan harmonisasi antara Peraturan Menteri ESDM dengan Kementerian Hukum dan HAM. Lalu, kuota untuk pemasangan PLTS atap, nantinya akan ditentukan oleh PLN.
Pada peraturan yang baru nanti, lanjut Andriah, jika pengembang tidak mengeksekusi dalam jangka waktu enam bulan, pemerintah berhak mencabut izin persetujuan IUPTLU.
”Terkait ketentuan ekspor, saat ini PLN surplus. Keterbatasan infrastruktur membuat PLN hanya bisa menerima pasokan listrik dari pembangkit intermiten sehingga regulasi baru tak menghitung ekspor,” jelasnya sebagaimana dilaporkan Kompas, Minggu 19 November 2023
Andriah menambahkan, jika regulasi yang baru nantinya diklaim akan lebih banyak menguntungkan sektor industri ketimbang konsumen rumah tangga. Ia meyakini, kondisi itu mampu untuk mengejar target kapasitas PLTS atap 3,6 GW pada tahun 2025.